Queen Aida
ENTRY ABOUT FRIENDS STUFF SEUNGRI TWITTER EXO K

3 Bidadari Turun dari "Becak"
Rabu, 11 Januari 2012 - Permalink - 0 Comments

Musim-musim liburan seharusnya dihabiskan untuk bersantai, rekreasi bersama teman atau keluarga, tapi itu semua nggak berlaku buat gue yang sedang kebingungan cari perguruan tinggi. Ujian Nasional memang udah berlalu, udah pengumuman juga, tapi gue masih belum bisa menikmati liburan dengan tenang, karena belum dapet perguruan tinggi, dan masih nungguin pengumuman tes masuk UI. Selama liburan, gue masih ikut bimbingan masuk SNMPTN di Ganesha Operation (GO), dua minggu sebelum masa bimbingan berakhir, mama punya ide untuk mengirim gue ke sebuah asrama di Jogja yang punya bimbingan khusus untuk persiapan masuk STAN. Awalnya gue pikir ini adalah ide buruk, harus tinggal di asrama selama 3 minggu dan mengikuti bimbingan masuk STAN, gue ngebayangin hidup gue selama hampir sebulan, akan persis seperti di pesantren. Akhirnya gue terima tawaran mama untuk masuk asrama itu, karena temen smp gue Danny, ikut bimbingan itu juga, biar keliatan keren gue juga ikut-ikutan, sungguh motivasi yang sangat keliru.
Setelah sampai di asrama yang ada di daerah Jetis Jogjakarta, ternyata asramanya udah penuh, mau nggak mau gue cuma daftar bimbingannya doang dan terpaksa harus ngekos. Gue ngekos di sebuah rumah milik salah seorang warga yang tinggal di sekitar tempat bimbingan, yang setiap tahun memang menampung anak-anak yang mau ikut bimbingan STAN. Gue sekamar sama dua anak dari Blora, Liana dan Danar. Nggak butuh waktu lama bagi gue untuk akrab dengan mereka berdua, kita bertiga cocok banget jadi temen sekamar, udah sering bercanda bareng, ledek-ledekan, dan curhat-curhatan juga.
Hari itu, kita bertiga lagi ngerasa jenuh banget menjalani rutinitas yang gitu-gitu doang, berangkat bimbingan terus pulang ke kosan, cari makan, laundry sorean dikit ikut bimbingan lagi. Akhirnya Danar punya ide untuk jalan-jalan ke Malioboro naik Bus Trans Jogja. Halte Trans Jogja lumayan jauh dari kosan kita kalau harus jalan kaki, berangkatlah kita dengan modal nekat ke Malioboro, itu kali pertama buat gue, Danar dan Liana naik bus Trans Jogja, Alhamdulillah sampai juga di Malioboro tanpa nyasar.
Selayaknya cewek-cewek yang sedang ada di pusat perbelanjaan, hasrat ingin berbelanja meningkat drastis, sama halnya dengan kita bertiga, liat barang-barang yang menarik perhatian dikit langsung ambil dan bayar. Tanpa disadari, kita udah lebih dari dua jam di Malioboro, duit udah abis, padahal masih tersisa dua minggu lagi di Jogja, kita bertiga mulai panik. Waktu mau cari makan, kita selektif banget, cari warung yang kira-kira sesuai dengan keadaan kantong. Setelah makan kita putuskan untuk pulang, gue nggak mau kelamaan di sini bisa-bisa nafsu berbelanja nggak terkontrol lagi, sehingga harus ngamen buat ongkos naik bus Trans Jogja untuk pulang ke kosan.
Sampai di halte deket kosan, kita bertiga capek banget dan udah nggak kuat lagi kalau harus jalan kaki ke kosan, mau naik angkot kayanya udah nggak mungkin, uang menipis, Danar punya ide untuk naik becak, biar lebih irit lagi kita harus bisa milih kira-kira tukang becak dengan tampang seperti apa yang bisa ditawar, terpilihlah tukang becak paruh baya yang sedang tidak beruntung itu. Kita cuma harus bayar 5 ribu  perak doang.
Karena tukang becaknya udah lumayan tua, kita nggak lewat jalan yang biasa kita lewati kalau jalan kaki, soalnya ada tanjakannya di sana, tukang becaknya nggak mungkin kuat kalau penumpangnya ada tiga orang dengan posisi duduk yang kurang proporsional seperti ini. Gue duduk di pinggir sebelah kiri, dan Danar ada di sebelah kanan, sementara Liana harus duduk di tengah agak lebih maju dari posisi duduk gue dan Danar. Jalur yang kita lewati ini ternyata lebih jauh dari biasanya, lama banget nggak nyampek-nyampek...gue bertiga bisa semakin tua di atas becak. Entah karena udah tua atau karena cuma dibayar lima ribu doang, tukang becak itu  pelan banget ngayuh becaknya. Sampai-sampai waktu ngelewatin polisi tidur, saking pelannya, gue bertiga  kaya mau jatuh kedorong ke depan.
Dari kejauhan, kelihatan ada banyak cowok di pinggiran jalan, perasaan gue mulai nggak enak, gue bilang ke tukang becaknya, “Pak, pak...stop di sini pak!, kita putar balik.” Tukang becak tadi nggak denger. Danar dan Liana ngeliatin gue dengan tampang bertanya-tanya. Akhirnya mereka berdua mulai menyadari kalau sebentar lagi kita ada dalam bahaya, mereka berdua teriak-teriak ke tukang becaknya, “Pak...pak...berhenti pak...jangan lewat sini, stop...stop!” Tetap nggak ada reaksi, tukang becak itu tetap mengayuh becaknya dengan santai. Dan saatnya hal paling memalukan terjadi, semakin dekat kita dengan kerumunan cowok di pinggiran jalan, semakin pelan pula tukang becak itu mengayuh becaknya.  Liana buru-buru menutup muka dengan kedua tangannya, sementara gue dan Danar yang posisi duduknya udah dari tadi nggak nyaman,  jadi salah tingkah. Kita baru aja lewat STM yang di situ banyak cowok-cowok yang lagi nongkrong di pinggiran jalan waktu istirahat, respon mereka melihat kita bertiga bermacam-macam, muka gue langsung merah padam begitu juga dengan Danar, gue berusaha nyenggol-nyenggol Liana, biar dia nggak nutup muka karena bakalan keliatan kalau kita lagi malu banget.
“Loh...loh..mbake...mbakeee...kok ditutup gitu sih mukanya.”
“Wah enek tiga bidadari cah....numpak becak, ea...ea...”
“Tukang becake wes embah-embah, sing numpak ayu-ayu.”
“Mbak, boleh dong kita kenalaaan...”
“Yang rambutnya panjang tuh boleh juga.”
Yang mereka maksud adalah Danar.
          Seperti itulah bentuk reaksi mereka waktu kita bertiga lewat, semenjak saat itu gue jadi trauma banget kalau ketemu anak-anak STM. Mereka lebih ganjen dari perkiraan gue, ini akibat populasi cewek yang sangat terbatas di sekolah mereka. Maka dari itu ketika melihat cewek, mereka akan terlihat lebih liar dan mata mereka jadi jelalatan. Pelajaran moral nomor dua, kalau mau naik becak pilihlah tukang becak yang kelihatannya masih muda, kuat lewat tanjakan, mempunyai pendengaran yang baik, dan pastikan tidak ada STM di sekitar jalan yang akan dilewati.
          Akhirnya kita sampai juga di kosan, dan Liana baru berani membuka matanya, kemudian turunlah tiga bidadari yang baru saja dipermalukan oleh tukang becak di depan anak-anak STM. Selama berhari-hari kejadian ini jadi bahan guyonan gue sama Danar dan Liana, kita bisa ketawa sambil guling-guling kalau inget kejadian itu.

Label:



Older Post | Newer Post