You're my Destiny or Disney??? Minggu, 16 Februari 2014 - Permalink - 0 Comments
Sejak kecil bahkan sampai setua ini, saya masih menjadi
penggemar kartun-kartun Disney. Mulai dulu masih dalam format 2D sampai yang
sekarang sudah dalam format 3D. Seingat saya, kartun-kartun Disney pernah
sedikit disinggung dalam mata kuliah Cultural Studies, waktu itu saya masih semester
5. Dosen saya pernah bilang, dalam kartun-kartun Disney selalu menggambarkan seorang
putri yang berparas cantik, berhati baik, dan bertutur kata lembut, yang suatu
saat pasti akan bertemu dengan seorang pangeran yang tampan dan rupawan yang akan menjadi pasangan
hidupnya. Ceritanya pasti seputar tragedi yang selalu berakhir dengan
kebahagiaan, di mana kutukan dan mantera-mantera jahat akan lenyap dengan
kekuatan cinta dan sebuah kecupan. Kisahnya Belle, Aurora, atau Snow White misalnya.
Apa yang dikatakan dosen saya itu ada benarnya memang. Selama ini, paradigma
kita dalam mendefinisikan seseorang yang kita sebut sebagai “Princess” seolah
dituntun dengan menyaksikan kartun-kartun Disney yang pernah ada selama ini. Definisinya
pasti tidak akan jauh-jauh dari beberapa
kriteria yang telah disebutkan tadi.
Namun hal yang berbeda saya temukan saat menonton
Brave dan Frozen. Dua animasi Disney ini mengajarkan sesuatu yang belum pernah
ada dalam kartun-kartun Disney sebelumnya. Sosok Princess tidak lagi
digambarkan sebagai seseorang yang selalu berparas cantik, lemah, tapi
sebaliknya mereka adalah sosok yang tangguh dan mandiri. Tokoh Merida, Elsa dan
Anna bukanlah Princess yang saya kenal 5 atau 10 tahun yang lalu, lewat kartun
Disney. Merida dalam kartun Brave digambarkan sebagai seorang putri yang sama
sekali berbeda dengan Cinderella dan kawan-kawan. Bahkan ia lebih hebat dan
lebih tangguh dari Mulan. Parasnya tidak secantik Jasmine dan rambut gimbalnya
yang terurai tersebut sangat bertolak belakang dengan keindahan rambut
Rapunzel. Ia juga tak selembut Ariel yang cuma ikan duyung. Hehehe
Tokoh
Elsa dan Anna dalam kartun Frozen, bahkan tidak membutuhkan seorang laki-laki
berkuda putih untuk membuat ceritanya berakhir “Happy Ending” Kartun Disney
yang satu ini disebut-sebut sebagai disney movie pertama yang mengajarkan kaum
perempuan bahwa mereka tidak butuh laki-laki untuk menyelamatkan diri mereka.
Memang seharusnya Disney membuat cerita-cerita seperti ini, paradigma lama pun
kini berganti tanpa harus menghilangkan esensi ceritanya. Seorang Putri tetaplah
seseorang yang berhati baik, namun mereka tidak harus rupawan, princes-princess yang ada dalam kartun Disney saat ini pandai
bertarung dan menggunakan senjata. Disney mulai banyak menciptakan tokoh-tokoh seperti Mulan daripada
Cinderella. Meski demikian, ceritanya tetap tidak pernah berubah, selalu ada
kutukan dan mantera-mantera jahat yang akan lenyap dengan kekuatan cinta atau
sebuah kecupan. ^^
|