Ini Alasan Saya Memilih GOLPUT! Kamis, 10 Juli 2014 - Permalink - 0 Comments
Saya
adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menggunakan hak pilihnya
pada pesta demokrasi pemilihan presiden RI yang digelar Rabu, 9 Juli 2014
kemarin. Entah ini disebut sebagai penyesalan atau sekadar pengakuan saja, yang
jelas saya memang sedang ada di Malang dan belum sempat mengurus kartu A5 atau
apa pun yang menjadi persyaratan pindah pilih, sehingga tidak bisa mencoblos di
Malang. Bisa jadi, ini sebenarnya adalah hasil akhir dari akumulasi kebingungan
saya yang tidak berujung. Bingung menentukan pilihan, capres mana yang paling
tepat untuk dipilih, karena kalau boleh jujur capres yang maju di Pilpres ini,
keduanya bukan politisi yang saya jagokan untuk menduduki kursi kepresidenan.
Namun saya berkomitmen, siapa pun yang menjadi presidennya kelak, tetap harus
dihormati, karena siapa pun capres dan cawapres yang terpilih adalah putra
terbaik bangsa, mereka dipilih oleh rakyat Indonesia. Walaubagaimanapun, mereka
yang terpilih adalah kepala negara, pemimpin yang LEGAL!
Pada
pesta demokrasi tahun ini, euforia yang tercipta memang terasa jauh berbeda dibandingkan
5 tahun yang lalu. Mulai dari figur yang mencalonkan diri dan segala pro kontra
yang melekat pada masing-masing kandidat, para pendukung mereka dan tentu saja
media massa dan media sosial yang mempunyai pengaruh luar biasa. Satu hal yang
perlu digarisbawahi tentu saja bagaimana pemberitaan di media massa baik
elektronik maupun cetak, hingga merambah ke new media terkait Pilpres tahun
ini. Saya banyak menyayangkan segala pemberitaan yang muncul ke publik sejauh
ini. Susah sekali ya.. mencari dan mendapatkan berita yang benar-benar netral. Susah
ya mengakses berita yang narasinya tidak menjelek-jelekkan dan tidak
menjatuhkan salah satu kandidat capres. Beberapa media seperti televisi berita,
menjadi sarana berkampanye dan menjatuhkan lawan. Porsi berita jadi tidak
berimbang, jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik, data dan fakta kemudian digeser
oleh dominasi opini yang coba dibentuk dan disajikan ke hadapan publik sesuai
dengan keinginan sang pemilik media yang turut menjadi Tim Sukses. Belum genap,
beredarnya salah satu surat kabar yang dinilai berisi fitnah terhadap salah
satu kandidat, juga menorehkan noda hitam pada produk-produk jurnalistik yang menjadi
bahan konsumsi publik. Hal ini membuat ingatan saya kembali ke satu tahun yang
lalu, saat terlibat obrolan dengan salah satu redaktur surat kabar lokal ketika
magang sebagai wartawan di Solopos. Beliau pernah mengatakan, Jurnalis tanpa
Idealisme itu sungguh berbahaya!!! Saya jadi berpikir pemberitaan di media
massa yang ada selama ini bisa jadi adalah hasil dari tulisan para jurnalis
yang tidak punya idealisme! dengan mudahnya mereka menebar fitnah, demi sesuap
nasi karena sudah terlanjur terafiliasi oleh kepentingan sang pemilik media. Mereka
berlomba-lomba menarik simpati dengan menulis berita yang tidak pasti. Saya
kemudian bertanya-tanya pada diri saya pribadi, apakah ketika sesorang yang sudah
bekerja di perusahaan media nanti, akan melupakan idealisme-idealisme yang dipegang
erat saat di bangku perkuliahan khususnya bagi mereka yang dulu mengambil
jurusan Ilmu Komunikasi?Apakah mata kuliah Hukum Media Massa selama perkuliahan
akan terlupakan dan Idealisme-idealisme tersebut berlahan memudar seiring
godaan pundi-pundi rupiah yang menebal lewat berita-berita yang bisa memenuhi
kepentingan pemilik media tempat mereka bekerja. Saya jadi membayangkan betapa
ngerinya profesi JURNALIS jika hal tersebut benar-benar terjadi. Semoga kita
terhindar dari sifat yang demikian, karena sungguh dzalim orang-orang yang
tidak berlaku adil dan tidak amanah pada pekerjaan yang dibebankan kepada
mereka dengan menggunakan amanah tersebut sebagai alat pemenuh kebutuhan dan
kepentingan mereka pribadi. Para penguasa media mestinya sadar, mereka hanya
meminjam frekuensi milik publik, maka hendaknya menyiarkan kebenaran, bukan
kesesatan yang akan merugikan publik!!!
Menghadapi
isu-isu yang berkembang di media yang tidak lagi cover both side, ada
salah satu komentar seorang teman yang menarik bagi saya untuk dibagi dalam
postingan ini, yaitu betapa pentingnya media literasi. Jangan mau dibodohi oleh
media, bersikaplah sedikit skeptis dan kritis pada informasi yang diberitakan
media, jangan hanya diam melumat mentah-mentah apa saja yang ditampilkan media,
karena kita juga memiliki kewajiban untuk mencari dan memperoleh kebenaran yang
sesungguhnya dari apa yang disuguhkan media. Jangan hanya jadi konsumen media,
tanpa mau mencari tahu sendiri, karena sebenarnya media bukanlah sarana
satu-satunya untuk memperoleh informasi. Tanpa adanya media literasi, publik
hanya akan dibuai dan dimanjakan oleh pemberitaan yang belum tentu benar adanya. Alhasil
manusia-manusia sok tahu pun kian bermunculan akibat provokasi media, terutama
di media sosial. Dunia maya telah menjadi wadah celotehan para awam yang ingin
dipandang cemerlang pengetahuan politiknya. Untuk hal yang satu ini saya hanya
bisa tertawa dan sesekali mengelus dada. Saya seringkali menyayangkan sikap dari
para pendukung dan simpatisan kedua capres yang kebetulan menjadi teman di
berbagai media sosial terutama di Facebook. Betapa semua orang tiba-tiba
menjadi pengamat politik, bicara ini itu yang intinya menjelek-jelekkan capres
yang tidak mereka dukung. Jauh-jauh hari, orang beramai-ramai mendeklarasikan
kepada siapa mereka merapat memberi dukungan. Azas pemilu menjadi kian
tersamarkan, Langsung Umum, Bebas, RAHASIA seolah jadi angin lalu.
Oleh
karenanya, di bulan yang baik ini, saya berharap Indonesia akan dianugerahi
pemimpin yang amanah dan tauladan. Sekali lagi, sipapun yang terpilih nanti,
mari kita hormati sebagai pemimpin negeri ini, karena sesungguhnya Pemimpin
bangsa ini adalah cerminan dari rakyat Indoensia itu sendiri, baik rakyatnya
maka akan baik pula pemimpinnya, begitu pun sebaliknya. Selamat Menjalankan Ibadah
Puasa, selamat menantikan presiden ketujuh Indonesia, pemimpin baru negeri ini.
Semoga semangat juang untuk berbagi energi, mengabdi membenahi negeri tercinta
ini bukan hanya menjadi tanggung jawab para pemimpin kita, namun juga menjadi
tanggung jawab kita bersama.
Jangan hanya urun
angan, tapi sebaiknya juga turun tangan (Anies Baswedan)
Label: PILPRES2014 |